BPJS KESEHATAN

Pages

Powered by Blogger.
Custom Search

DAMPAK POSITIF PROGRAM JAMKESMAS

Tuesday, February 26, 2013



Program Jamkesmas Berhasil menghemat Uang Negara

Program Jaminan Kesehatan Masyarakat ( Jamkesmas )  tahun 2008 yang dilakukan antara lain dengan mengirimkan tagihan (klaim) langsung dari kas negara ke rumah sakit ternyata berhasil menghemat (mengefisienkan) uang negara sebesar 1,464 trilyun rupiah. Oleh karena itu program jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin dan tidak mampu dengan sasaran 76,4 juta jiwa ini akan dilanjutkan pada tahun 2009 dengan menggunakan manajemen yang sama seperti manajemen tahun 2008. Jamkesmas tahun 2009 dianggarkan dari APBN dengan jumlah yang sama tahun 2008.

Hal itu disampaikan Menkes Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP (K) yang didampingi para pejabat eselon I dan II saat jumpa pers awal tahun di Jakarta pada tanggal 12 Januari 2009.
Dana Jamkesmas yang dikirim Depkes ke rumah-rumah sakit daerah yang melayani masyarakat miskin dan tidak mampu adalah dana bantuan sosial (Bansos), bukan pendapatan rumah sakit. Seharusnya dana Bansos itu digunakan langsung oleh rumah sakit untuk melayani masyarakat miskin dan tidak mampu. Jadi tidak benar bila Bansos dianggap sebagai pendapatan asli daerah (PAD), ujar Dr. Siti Fadilah Supari.
Masyarakat miskin di daerah yang tidak mempunyai Kartu Jamkesmas (di luar kuota Nasional) menjadi tanggungan pemerintah daerah. Masyarakat miskin tersebut mempunyai hak yang sama dalam pelayanan kesehatan dengan masyarakat miskin yang memiliki Kartu Jamkesmas. Namun dengan pembiayaan dari pemerintah daerah melalui APBD, tutur Menkes.
Obat Bersubsidi
Selain melanjutkan Jamkesmas, menurut Menkes, untuk menjamin ketersediaan, keterjangkauan dan pemerataan obat selama tahun 2009, pemerintah akan memberikan subsidi Rp 280 milyar. Dana itu akan digunakan untuk pembelian bahan baku obat, karena obat merupakan komponen yang sangat penting dalam pelayanan kesehatan yang harus diantisipasi dalam situasi apa pun, ujar Menkes.
Pengadaan bahan baku obat bersubsidi akan dilakukan oleh badan hukum sesuai Peraturan Presiden No. 94 Tahun 2007. Penunjukan badan hukum sebagai pelaksana pengadaan bahan baku obat bersubsidi dilakukan Menteri Kesehatan. Industri farmasi yang akan membeli bahan baku obat bersubsidi, harus mendapat persetujuan Menkes berdasarkan rekomendasi Badan POM, ujar Dr. Siti Fadilah Supari.
Ditambahkan, industri farmasi yang memproduksi obat generik menggunakan bahan baku yang disubsidi pemerintah, harganya ditentukan oleh Menkes. Program ini disebut program obat generik bersubsidi (OGS) dan obat generik bersubsidi bermerk (OGSM). Harga obat OGSM, kata Menkes, maksimum 3 kali harga OGS. Selain itu, obat generik bersubsidi dan obat generik bersubsidi bermerk harus mencantumkan label OGS/OGSM, papar Menkes.

Menurut Menkes, tujuan program OGS/OGSM adalah menjamin ketersediaan, keterjangkauan dan pemerataan obat di seluruh wilayah nusantara sebagai antisipasi bila terjadi resesi ekonomi. Menstabilkan harga obat generik maupun obat generik bermerek meskipun terjadi fluktuasi nilai tukar dolar di tahun 2009. Selain itu, program ini juga untuk merevitalisasi/empowering kemampuan industri farmasi menengah kebawah dalam memenuhi kebutuhan obat dalam negeri.

Obat-obatan yang dilindungi untuk menjaga kestabilan harga, ketersediaan dan keterjangkauannya adalah obat fast moving (paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat), obat-obatan life saving ( yang sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan nyawa/emergency), obat-obatan yang termasuk obat esensial, obat program kesehatan dan obat yang tidak bernilai ekonomis namun sangat dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan masyarakat, kata Menkes.

Agar seluruh masyarakat dapat menikmati obat bersubsidi, apotik diwajibkan menyediakan OGS dan OGSM. Apabila apotik tidak menyediakan obat-obat tersebut, akan dilakukan penegakan hukum secara tegas sesuai peraturan perundangan yang berlaku, ujar Menkes.
Selain obat bersubsidi, pemerintah juga akan melanjutkan Apotik Rakyat. Selama tahun 2008, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) telah memberikan sertifikasi sebanyak 18.000 apoteker untuk persiapan menjalankan program apotek rakyat yang sudah dicanangkan Depkes satu tahun lalu. Pada tahun 2009 akan diresmikan 100 buah apotik rakyat dengan dukungan KUR (Kredit Usaha Rakyat) dari BRI di 5 provinsi (Jakarta, Bali, Yogyakarta, Jatim dan Sumatra Utara). Diharapkan dengan adanya apotik rakyat ini akan meningkatkan keterjangkauan obat pada masyarakat lebih luas lagi, tandas Menkes.

Revitalisasi UKS
Terobosan lain yang akan dilakukan pada tahun 2009 adalah perbaikan gizi anak sekolah melalui revitalisasi usaha kesehatan sekolah (UKS) di Indonesia bagian timur. Hal ini dilakukan, karena menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, kekurangan gizi kronis lebih banyak terjadi di Papua, Papua Barat, NTT, Maluku Utara, Maluku dan Sulawesi Barat, daripada Indonesia bagian barat. Untuk itu, pemerintah akan melakukan intervensi gizi terhadap 2 juta anak sekolah dasar umur 6-12 tahun berupa pemberian susu 150 CC yang akan diberikan 3 kali dalam seminggu selama tahun 2009. Dana untuk program ini dianggarkan dari APBN Tahun 2009 sebesar Rp. 200 Milyar. Intervensi ini akan dimulai pada bulan Maret 2009. Selain pemberian makanan tambahan, akan diintensifkan juga penanggulangan kecacingan di sekolah dasar, kata Menkes.

Dokter spesialis
Untuk memenuhi kekurangan dokter spesialis di Indonesia, kata Menkes, pada tahun 2009 Depkes akan memberikan bea siswa kepada 1.040 dokter untuk mengikuti program pendidikan dokter spesialis berbasis kompetensi (PPDS-BK). Melalui Keputusan Menkes No. 591 tahun 2007, Depkes membentuk Tim pembuat modul PPDS-BK sesuai dengan keahliannya bekerja sama dengan Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia. Tim telah menghasilkan 25 modul PPDS-BK dan pada tahun 2009 ini akan dirampungkan 10 modul baru lagi. Modul-modul tersebut telah disiap diserahkan ke 13 Fakultas Kedokteran di Indonesia, ujar Menkes.

Sistem pelayanan transfusi darah nasional
Lebih lanjut ditegaskan, dalam rangka meningkatkan pelayanan dan akses transfusi darah kepada masyarakat, Menkes menyatakan pelayanan transfusi darah merupakan tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Karena itu, pelayanan darah akan diintegrasikan dengan Sistem Kesehatan Nasional maupun Sistem Kesehatan Daerah, ujar Menkes.
Sampai tahun 2007, pelayanan transfusi darah menjadi tanggung jawab PMI. Saat itu baru 188 kabupaten yang memiliki pelayanan transfusi darah dari 457 kabupaten yang ada. Oleh karena itu sejak tahun 2008 telah dibangun 258 pelayanan transfusi darah. Sedangkan pada tahun 2009 ini akan dibangun 199 unit transfusi darah di kabupaten/kota. Dengan demikian pada tahun 2009 seluruh kabupaten/kota telah memiliki unit transfusi darah. Dana dianggarkan dari APBN melalui dana alokasi khusus (DAK), jelas Dr. Siti Fadilah.

Program lainnya yang menjadi prioritas pada tahun 2008 tetap diteruskan dan lebih diintensifkan yaitu Save Papua, dibentuk suatu organisasi yang memantau program kesehatan di masyarakat yaitu Dewan Kesehatan Rakyat (DKR), penurunan angka kematian ibu dan anak, pendistribusian tenaga kesehatan termasuk bidan dan perawat, Pelayanan kesehatan di daerah perbatasan, Desa Siaga, Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren), perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), kesehatan lingkungan dan program air bersih. Sedangkan terobosan yang akan dilakukan pada tahun 2009 yaitu akan dibentuk Pusat Surveilans Nasional untuk pencegahan penyakit menular secara dini, Perbaikan gizi anak sekolah melalui program UKS yang juga akan membantu eradikasi frambusia dan kecacingan dan akan dibangun Pusat Penelitian dan Rumah Sakit Research di UNAIR, tambah Menkes.
 

Archives