Program
Jamkesmas Berhasil menghemat Uang Negara
Program Jaminan Kesehatan Masyarakat ( Jamkesmas
) tahun 2008 yang dilakukan antara lain dengan mengirimkan tagihan
(klaim) langsung dari kas negara ke rumah sakit ternyata berhasil menghemat
(mengefisienkan) uang negara sebesar 1,464 trilyun rupiah. Oleh karena itu
program jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin dan tidak mampu dengan
sasaran 76,4 juta jiwa ini akan dilanjutkan pada tahun 2009 dengan menggunakan
manajemen yang sama seperti manajemen tahun 2008. Jamkesmas tahun 2009
dianggarkan dari APBN dengan jumlah yang sama tahun 2008.
Hal itu disampaikan Menkes Dr. dr. Siti Fadilah
Supari, Sp.JP (K) yang didampingi para pejabat eselon I dan II saat jumpa pers
awal tahun di Jakarta pada tanggal 12 Januari 2009.
Dana Jamkesmas yang dikirim Depkes ke rumah-rumah
sakit daerah yang melayani masyarakat miskin dan tidak mampu adalah dana
bantuan sosial (Bansos), bukan pendapatan rumah sakit. Seharusnya dana Bansos
itu digunakan langsung oleh rumah sakit untuk melayani masyarakat miskin dan
tidak mampu. Jadi tidak benar bila Bansos dianggap sebagai pendapatan asli
daerah (PAD), ujar Dr. Siti Fadilah Supari.
Masyarakat miskin di daerah yang tidak mempunyai
Kartu Jamkesmas (di luar kuota Nasional) menjadi tanggungan pemerintah daerah.
Masyarakat miskin tersebut mempunyai hak yang sama dalam pelayanan kesehatan
dengan masyarakat miskin yang memiliki Kartu Jamkesmas. Namun dengan pembiayaan
dari pemerintah daerah melalui APBD, tutur Menkes.
Obat Bersubsidi
Selain melanjutkan Jamkesmas, menurut Menkes, untuk menjamin ketersediaan, keterjangkauan dan pemerataan obat selama tahun 2009, pemerintah akan memberikan subsidi Rp 280 milyar. Dana itu akan digunakan untuk pembelian bahan baku obat, karena obat merupakan komponen yang sangat penting dalam pelayanan kesehatan yang harus diantisipasi dalam situasi apa pun, ujar Menkes.
Selain melanjutkan Jamkesmas, menurut Menkes, untuk menjamin ketersediaan, keterjangkauan dan pemerataan obat selama tahun 2009, pemerintah akan memberikan subsidi Rp 280 milyar. Dana itu akan digunakan untuk pembelian bahan baku obat, karena obat merupakan komponen yang sangat penting dalam pelayanan kesehatan yang harus diantisipasi dalam situasi apa pun, ujar Menkes.
Pengadaan bahan baku obat bersubsidi akan
dilakukan oleh badan hukum sesuai Peraturan Presiden No. 94 Tahun 2007.
Penunjukan badan hukum sebagai pelaksana pengadaan bahan baku obat bersubsidi
dilakukan Menteri Kesehatan. Industri farmasi yang akan membeli bahan baku obat
bersubsidi, harus mendapat persetujuan Menkes berdasarkan rekomendasi Badan
POM, ujar Dr. Siti Fadilah Supari.
Ditambahkan, industri farmasi yang memproduksi
obat generik menggunakan bahan baku yang disubsidi pemerintah, harganya
ditentukan oleh Menkes. Program ini disebut program obat generik bersubsidi
(OGS) dan obat generik bersubsidi bermerk (OGSM). Harga obat OGSM, kata Menkes,
maksimum 3 kali harga OGS. Selain itu, obat generik bersubsidi dan obat generik
bersubsidi bermerk harus mencantumkan label OGS/OGSM, papar Menkes.
Menurut Menkes, tujuan program OGS/OGSM adalah
menjamin ketersediaan, keterjangkauan dan pemerataan obat di seluruh wilayah
nusantara sebagai antisipasi bila terjadi resesi ekonomi. Menstabilkan harga
obat generik maupun obat generik bermerek meskipun terjadi fluktuasi nilai
tukar dolar di tahun 2009. Selain itu, program ini juga untuk
merevitalisasi/empowering kemampuan industri farmasi menengah kebawah dalam memenuhi
kebutuhan obat dalam negeri.
Obat-obatan yang dilindungi untuk menjaga
kestabilan harga, ketersediaan dan keterjangkauannya adalah obat fast moving
(paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat), obat-obatan life saving ( yang
sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan nyawa/emergency), obat-obatan yang
termasuk obat esensial, obat program kesehatan dan obat yang tidak bernilai
ekonomis namun sangat dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan masyarakat, kata
Menkes.
Agar seluruh masyarakat dapat menikmati obat bersubsidi,
apotik diwajibkan menyediakan OGS dan OGSM. Apabila apotik tidak menyediakan
obat-obat tersebut, akan dilakukan penegakan hukum secara tegas sesuai
peraturan perundangan yang berlaku, ujar Menkes.
Selain obat bersubsidi, pemerintah juga akan
melanjutkan Apotik Rakyat. Selama tahun 2008, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia
(ISFI) telah memberikan sertifikasi sebanyak 18.000 apoteker untuk persiapan
menjalankan program apotek rakyat yang sudah dicanangkan Depkes satu tahun
lalu. Pada tahun 2009 akan diresmikan 100 buah apotik rakyat dengan dukungan
KUR (Kredit Usaha Rakyat) dari BRI di 5 provinsi (Jakarta, Bali, Yogyakarta,
Jatim dan Sumatra Utara). Diharapkan dengan adanya apotik rakyat ini akan
meningkatkan keterjangkauan obat pada masyarakat lebih luas lagi, tandas
Menkes.
Revitalisasi UKS
Terobosan lain yang akan dilakukan pada tahun 2009 adalah perbaikan gizi anak sekolah melalui revitalisasi usaha kesehatan sekolah (UKS) di Indonesia bagian timur. Hal ini dilakukan, karena menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, kekurangan gizi kronis lebih banyak terjadi di Papua, Papua Barat, NTT, Maluku Utara, Maluku dan Sulawesi Barat, daripada Indonesia bagian barat. Untuk itu, pemerintah akan melakukan intervensi gizi terhadap 2 juta anak sekolah dasar umur 6-12 tahun berupa pemberian susu 150 CC yang akan diberikan 3 kali dalam seminggu selama tahun 2009. Dana untuk program ini dianggarkan dari APBN Tahun 2009 sebesar Rp. 200 Milyar. Intervensi ini akan dimulai pada bulan Maret 2009. Selain pemberian makanan tambahan, akan diintensifkan juga penanggulangan kecacingan di sekolah dasar, kata Menkes.
Terobosan lain yang akan dilakukan pada tahun 2009 adalah perbaikan gizi anak sekolah melalui revitalisasi usaha kesehatan sekolah (UKS) di Indonesia bagian timur. Hal ini dilakukan, karena menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, kekurangan gizi kronis lebih banyak terjadi di Papua, Papua Barat, NTT, Maluku Utara, Maluku dan Sulawesi Barat, daripada Indonesia bagian barat. Untuk itu, pemerintah akan melakukan intervensi gizi terhadap 2 juta anak sekolah dasar umur 6-12 tahun berupa pemberian susu 150 CC yang akan diberikan 3 kali dalam seminggu selama tahun 2009. Dana untuk program ini dianggarkan dari APBN Tahun 2009 sebesar Rp. 200 Milyar. Intervensi ini akan dimulai pada bulan Maret 2009. Selain pemberian makanan tambahan, akan diintensifkan juga penanggulangan kecacingan di sekolah dasar, kata Menkes.
Dokter spesialis
Untuk memenuhi kekurangan dokter spesialis di Indonesia, kata Menkes, pada tahun 2009 Depkes akan memberikan bea siswa kepada 1.040 dokter untuk mengikuti program pendidikan dokter spesialis berbasis kompetensi (PPDS-BK). Melalui Keputusan Menkes No. 591 tahun 2007, Depkes membentuk Tim pembuat modul PPDS-BK sesuai dengan keahliannya bekerja sama dengan Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia. Tim telah menghasilkan 25 modul PPDS-BK dan pada tahun 2009 ini akan dirampungkan 10 modul baru lagi. Modul-modul tersebut telah disiap diserahkan ke 13 Fakultas Kedokteran di Indonesia, ujar Menkes.
Untuk memenuhi kekurangan dokter spesialis di Indonesia, kata Menkes, pada tahun 2009 Depkes akan memberikan bea siswa kepada 1.040 dokter untuk mengikuti program pendidikan dokter spesialis berbasis kompetensi (PPDS-BK). Melalui Keputusan Menkes No. 591 tahun 2007, Depkes membentuk Tim pembuat modul PPDS-BK sesuai dengan keahliannya bekerja sama dengan Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia. Tim telah menghasilkan 25 modul PPDS-BK dan pada tahun 2009 ini akan dirampungkan 10 modul baru lagi. Modul-modul tersebut telah disiap diserahkan ke 13 Fakultas Kedokteran di Indonesia, ujar Menkes.
Sistem pelayanan transfusi darah nasional
Lebih lanjut ditegaskan, dalam rangka meningkatkan pelayanan dan akses transfusi darah kepada masyarakat, Menkes menyatakan pelayanan transfusi darah merupakan tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Karena itu, pelayanan darah akan diintegrasikan dengan Sistem Kesehatan Nasional maupun Sistem Kesehatan Daerah, ujar Menkes.
Lebih lanjut ditegaskan, dalam rangka meningkatkan pelayanan dan akses transfusi darah kepada masyarakat, Menkes menyatakan pelayanan transfusi darah merupakan tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Karena itu, pelayanan darah akan diintegrasikan dengan Sistem Kesehatan Nasional maupun Sistem Kesehatan Daerah, ujar Menkes.
Sampai tahun 2007, pelayanan transfusi darah
menjadi tanggung jawab PMI. Saat itu baru 188 kabupaten yang memiliki pelayanan
transfusi darah dari 457 kabupaten yang ada. Oleh karena itu sejak tahun 2008
telah dibangun 258 pelayanan transfusi darah. Sedangkan pada tahun 2009 ini
akan dibangun 199 unit transfusi darah di kabupaten/kota. Dengan demikian pada
tahun 2009 seluruh kabupaten/kota telah memiliki unit transfusi darah. Dana dianggarkan
dari APBN melalui dana alokasi khusus (DAK), jelas Dr. Siti Fadilah.